BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar
Belakang
Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis banyak
memuat nilai-nilai kesastraan yang mampu dikaji dan dianalisis melalui kajian
sastra. Novel ini juga memuat hal-hal atau nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan
dalam masyarakat. Sebuah karya sastra pasti memiliki unsur-unsur yang membangun
suatu karya sastra itu menjadi ada, entah unsur yang terdapat dalam karya
sastra itu sendiri atau unsur pendukung yang berasal dari luar karya sastra
seperti biografi atau latar belakang pengarang. Unsur-unsur itu meliputi
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Unsur intrinsik lebih memfokuskan dan menitikberatkan
pada karya sastra itu sendiri. Kajian suatu karya sastra dengan mengkaji,
menggali, dan mengolah berbagai unsur pembangun suatu karya sastra dari karya
sastra itu sendiri dengan mengabaikan faktor-faktor lain dalam hal ini faktor
eksternal yang sebenarnya juga turut berperan sebagai faktor pembangun sebuah
karya sastra. Sedangkan unsur ekstrinsik sebuah karya sastra lebih memfokuskan
pada faktor-faktor eksternal yang juga turut membangun suatu karya sastra.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu karya
sastra dengan menggali unsur intrinsik dan ekstrinsik pembangun suatu karya
sastra, lebih khususnya novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis, maka
kelompok kami akan menganalisis novel tersebut dari sudut pandang unsur
intrinsik dan ekstrinsik yang turut membangun suatu karya sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
2.
1 Sinopsis
Telah seminggu Haji Rakhmat (Pak Haji), Wak Katok, Sutan, Talib,
Sanip, Buyung, Pak Balam berada di hutan mengumpulkan damar, tidak jauh
dari pondok Wak Hitam. Mereka bertujuh disenangi dan dihormati orang-orang
kampung karena mereka dikenalsebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau
bergotong royong, dan taat dalam agama. Semua anak-anak muda itu adalah murid
pencak Wak Katok. Mereka juga belajar ilmu sihir dan gaib padanya. Dan anggota
rombongan yang ketujuh dan terakhir ialah Pak Bayam yang sebaya dengan Wak
Katok. Orangnya pendiam dan kurus namun ia masih kuat untuk bekerja. Mereka
bertujuh paling disenangi dan dihormati oleh orang-orang kampung karena mereka
dikenal sebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat
dalam agama. Mereka semua sudah berkeluarga terkecuali Buyung.
Wak Katok mempunyai sebuah senapan yang paling ampuh di dalam
kelompok tersebut. Senapan ini tidak jarang dipinjamkan kepada Buyung karena
tahu bahwa ia sangat senang dan bahkan pandai menggunakan senapan. Karena
mempunyai senapan itu, mereka sering berburu rusa dan babi. Babi ini sering
masuk ke rumah Wak Hitam. Karena itu pula terjadi perkenalan dengan Wak Hitam,
bahkan mereka sering menginap di pondok Wak Hitam ini. Wak Hitam adalah seorang laki -laki yang
berusia 70 tahun. Orangnya kurus, berkulit hitam, menyukai celana dan baju
hitam. Ia senang tinggal berbulan-bulan di hutan atau di ladangnya bersama Siti
Rubiyah, istri keempatnya yang cantik dan masih muda belia. Wak Hitam pandai
menggunakan sihir dan memiliki ilmu gaib. Orang-orang percaya bahwa Wak Hitam
senang tinggal di hutan karena ia memelihara jin, setan, iblis, dan harimau
jadi-jadian.
Ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai anak buah bekas
pemberontak yang menjadi perampok dan penyamun yang tinggal di hutan. Di samping itu ada pula yang mengatakan bahwa
Wak Hitam mempunyai tambang yang dirahasiakannya di dekat ladangnya. Mereka
bertujuh sampai di pondok Wak Hitam sebelum malam tiba. Dengan gembira mereka
menyantap masakan Rubiyah karena selama di hutan mereka belum pernah menikmati
masakan yang enak. Buyung si rombongan anggota termuda dan satu-satunya yang
masih bujangan, tergila-gila akan kecantikan Rubiyah. Dalam hatinya, ia
membandingkan kelebihan Rubiyah dan Zaitun tunangannya di kampung.
Pada suatu hari mereka melihat hal-hal yang aneh ketika Wak Hitam
sakit. Banyak orang yang berpakaian serba hitam datang ke pondok dan
menyerahkan bungkusan rahasia kepada Wak Hitam. Mereka juga menjumpai seorang
tukang cerita dan juru ramal di pondok tersebut. Berbagai ramalan disampaikan
peramal itu tentang jalan hidup Buyung, Sutan, Talib, dan Sanip. Pada suatu kesempatan, Rubiyah dan Buyung bercengkrama. Hingga Rubiyah
menceritakan kepadanya kalau dirinya jatuh ke tangan Wak Hitam sebagai istri karena terpaksa dan dia menceritakan pula
mengenai penderitaan yang ditanggungnya selama menjadi istri Wak Hitam. Buyung merasa merasa wajib melindungi untuk menyelamatkan
Rubiyah dari tangan Wak Hitam dan
sepertinya Buyung telah jatuh cinta. Setelah lama bercengkrama, hati dan perasaan
keduanya terpadu dan membeku. Terjadilah
hal yang tak seharusnya dilakukan antara keduanya. Setelah Buyung
kembali ke tempat rombongan bermalam di hutan ia merasa bimbang dan menyesal
telah berbuat dosa. Maka dari itu
untuk menebus dosanya ia ingin membebaskan Rubiyah
dengan menjadikannya sebagai istrinya. Namun ia masih mencintai Zaitun.
Paginya mereka pergi berburu ke tempat kumpulan rusa yang sekaligus
juga kumpulan harimau. Setelah menunggu beberapa saat, Buyung berhasil membidik
seekor rusa jantan. Mereka pun langsung ke tempat bermalam dan menguliti rusa
tersebut di situ. Tapi tiba-tiba, mereka semua mendengar auman seekor harimau.
Dengan cepat mereka memasak rusa tersebut dan langsung pergi. Setelah
perjalanan setengah hari dan tak lagi mendengar suara harimau, mereka
beristirahat untuk makan dan setelah selesai semuanya mereka langsung saja
melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat bermalam. Lalu mereka membuat
sebuah pondok dan api unggun. Ketika Pak Balam buang hajat, harimau menerkam
dan membawanya masuk ke dalam hutan.
Setelah mereka sadar, dengan cepat Wak Katok menembak ke arah
harimau dan harimau tersebut akhirnya lari dan meninggalkan Pak Balam. Tubuhnya
penuh luka, goresan, dan darah. Setelah sadar, Pak Balam lalu berkata bahwa ia telah memiliki
firasat sebelumnya. Lalu ia menceritakan mimpi-mimpi buruknya ketika masih di
kampung dan di rumah Wak Hitam. Lalu Pak Balam meminta mereka semua untuk
bertobat dan mengakui semua dosa-dosa yang mereka perbuat. Tapi tak ada satu
orangpun yang mau mengakui dosa-dosanya.
Setelah sembahyang, lalu mengobati luka Pak Balam dan membuat
usungan mereka lantas pergi. Keranjang damar mereka tinggalkan. Selama
perjalanan, panas Pak Balam tak juga reda, mereka ingin cepat-cepat sampai
kampung agar Pak Balam dapat segera diobati. Talib berada di barisan paling
belakang, ketika ia hendak membuang air seni harimau telah membawanya lari.
Mereka mengikuti jejak harimau tersebut, dan di tempat terbuka di dalam hutan
mereka menemukan Talib yang sudah berlumuran darah. Karena kaget akan serangan
rombongan itu, harimau lantas pergi. Semua ikut membantu menyembuhkan Talib
dengan kekuatan lima orang itu walaupun akhirnya ia sendiri meninggal. Semua
ikut membantu kecuali Wak Katok karena ia adalah seorang pemimpin.
Esok paginya Talib dikuburkan, Pak Haji dan Sutan menjaga pondok serta
Pak Balam. Sedangkan yang lain pergi memburu harimau. Sutan tak tahan mendengar
igauan Pak Balam yang meminta untuk mengakui dosa. Ia pun pergi meninggalkan Pak Haji dan Pak
Balam yang sedang sakit dan pergi menyusul kawan-kawan yang lainnya. Sedangkan
di tempat lain, di dalam hutan Wak Katok dan pasukannya terus mengikuti jejak harimau. Pada saat
mereka merasa sudah dekat dengan sang harimau, mereka menyusun rencana
sedemikian rupa. Mereka lantas bersembunyi di belakang pohon yang besar dan
menunggu sang harimau tiba. Malam pun tiba, saat itu juga mereka mendengar
jeritan manusia, dan ngauman harimau secara bersamaan. Tapi mereka tak hendak
untuk menolongnya, dan memutuskan kembali ke tempat mereka bermalam. Ketika
sampai di tempat bermalam, Pak Haji menanyakan keberadaan Sutan. Mereka
menggeleng, dan menceritakan apa yang terjadi pada dua tempat yang berbeda,
mereka pun menyimpulkan bahwa yang menjadi korban harimau tersebut ialah Sutan.
Pagi-pagi ketika mereka bangun, mereka terkejut karena Pak Balam akhirnya
meninggal dunia. Nyawa Pak balam,
Talib, dan Sutan tak dapat diselamatkan akibat diserang oleh harimau yang
mengikuti perjalanan mereka.
Yang tersisa hanyalah Pak Haji, Wak Katok, Sanip dan Buyung.
Wak Katok marah, ia tidak senang setelah Pak Balam di masa kritisnya sebelum
meninggal, ia menceritakan segala dosa-dosanya yang terdahulu kepada
teman-temannya. Mulai dari situ terbongkarlah sosok Wak Katok yang
sesungguhnya. Selama ini ia berpura-pura menjadi orang yang ahli silat, ia juga
sebenarnya dukun palsu. Ia berniat untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan
modal senapan miliknya. Setelah selesai mengubur Pak
Balam, mereka semua memutuskan untuk pergi berburu.
Wak Katok memutuskan mengambil jalan pintas, ternyata jalan pintas
itu melewati hutan yang sangat lembab. Hutan ini pun seperti tak pernah
disentuh makhluk hidup kecuali babi dan badak. Mereka ingin keluar dari rimba
jahat tersebut, tetapi Wak Katok yang menjadi pemimpin rombongan tersebut hanya
membuat mereka berputar-putar di jalan yang sama karena sebenarnya Wak Katok
takut memburu harimau. Setelah itu, Wak Katok malah marah-marah sendiri, dan
memaksa satu persatu orang untuk mengakui dosa-dosanya. Semuanya mau menurut
kecuali Buyung. Wak Katok memaksa Buyung dengan cara meletakkan senapan di
dadanya, dan saat itu pula suara auman harimau terdengar. Setelah harimau
pergi, Wak Katok tak dapat diajak berbicara lagi yang akhirnya Wak Katok pun
mengusir mereka.
Buyung,
Pak Haji, dan Sanip menyusun rencana untuk mengambil senapan. Akhirnya terjadi
pertikaian di antara mereka dan jatuhlah korban. Pak Haji meninggal setelah di
tembak Wak Katok dengan senapan miliknya. Senapan berhasil diambil setelah
melalui perkelahian itu. Buyung menyusun rencana yang sangat bagus hingga akhirnya dapat
membunuh harimau tersebut. Ia membunuh dengan cara melepaskan bidikan tepat
mengenai sasaran dan harimau pun mati. Ketika itu ia menggunakan Wak Katok
sebagai umpan dengan cara Wak Katok diikat di sebuah batang pohon yang besar. Sebelum meninggal, Pak Haji pernah berkata bahwa “Bunuhlah
lebih dahulu harimau dalam hatimu dan percayalah pada Tuhan”. Kata-kata itu
menyadarkan Buyung bahwa ia harus percaya adanya Tuhan yang selalu melindungi
dan jangan menaruh dendam pada orang lain. Kini mengertilah Buyung maksud
kata-kata Pak Haji bahwa untuk keselamatan kita hendaklah dibunuh dahulu
harimau yang ada di dalam diri kita. Untuk membina kemanusiaan perlu adanya rasa kecintaan antar sesama manusia. Manusia tidak akan bisa menjalani hidup seorang diri tanpa orang
lain. Satu
sama lain akan saling membutuhkan. Buyung menyadari
bahwa ia harus mencintai sesama manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai
Zaitun. Buyung merasa lega bahwa ia terbebas dari hal-hal yang bersifat
takhayul, mantera-mantera, jimat yang penuh kepalsuan dari Wak Katok.
2. 2 Unsur-Unsur Intrinsik
2. 2. 1 Tema
Tema utama dari novel tersebut adalah
novel ini mengisahkan masalah takhayul dan ilmu kebatinan yang berkembang pada
masyarakat Indonesia . Namun, diatas semua itu, tetap ada Tuhan dengan segala
kekuasaan-Nya.
2. 2. 2 Tokoh dan Penokohan
a.
Haji Rakhmad :
sombong, sabar.
Seorang tua yang
pernah tidak mempercayai Tuhan dan sesama manusia, karena pernah dihianati,
didustai, ditipu orang lain, dan Tuhan tidak mengabulkan doanya. Dia menjadi
orang yang tidak suka mencampuri urusan orang lain, begitupun sebaliknya, dia
tidak suka urusannya dicampuri oleh orang lain. Namun, setelah Buyung
menyelamatkan nyawanya dari serangan ular berbisa, dia menjadi berubah lebih
baik dan kembali mempercayai Tuhan. Bahkan dia menjadi orang yang baik. Namun
umurnya tidak lama, akibat ditembak oleh Wak Katok. Dia pernah menikah dan
memiliki seorang anak laki-laki, namun anak dan istrinya meninggal dunia karena
terserang penyakit.
b.
Wak Katok :
angkuh,
pengecut, mementingkan diri sendiri.
Merupakan orang yang sangat angkuh, tidak mau
mengakui segala kekurangan dan kesalahannya. Dia menipu orang banyak di
kampungnya. Padahal, dia menjadi dukun dan guru silat karena ingin menutupi
ketakutannya. Dia memiliki banyak murid. Dia memiliki banyak dosa-dosa yang
tidak ingin diketahui oleh orang lain. Dia pendendam, dengki, iri hati, jahat,
dan suka membunuh orang. Dia suka berzinah dengan istri orang, dan suka
memperkosa.
c.
Wak Hitam :
kejam dan keras kepala.
Memperlakukan Rubiyah, isteri
keempatnya dengan tidak semestinya hingga Rubiyah merasakan adanya penderitaan. Dia memaksa Rubiyah
untuk menjadi isterinya.
d.
Sutan :
keras kepala, tidak berprinsip, berkelakuan amoral.
Merupakan orang yang mudah mengikuti hawa nafsunya,
hingga ajal menjemputnya. Dia orang yang tidak suka mengakui segala
dosa-dosanya. Dia tidak juga bertobat sampai meninggal dunia. Dia orang yang
banyak memiliki dosa. Dia suka mencuri, berzinah, dan lain-lain.
e.
Talib :
sopan dan mau mengakui kesalahan.
Berumur dua puluh tujuh tahun. Bekerja mencari
damar ke dalam hutan. Dia merupakan murid dari Wak Katok. Dia pernah mencuri 4
ekor kerbau bersama Sanip dan Sutan. Dia masih sempat mengakui dosa-dosanya
sebelum meninggal dunia.
f.
Sanip :
sopan, periang, pemaaf , jujur akan kesalahan diri,
punya semangat
memperbaiki diri.
Murid dari Wak
Katok. Berumur
dua puluh luma tahun. Dia pernah malakukan banyak dosa, namun telah diakuinya
di depan orang-orang yang diajaknya mencari damar. Dia telah bertobat dan
berubah menjadi orang yang baik. Dia bekerja sebagai pencari damar.
g.
Buyung :
pemberani, jujur, baik, penurut, pemaaf, suka menolong.
Anak muda yang
berumur sembilan belas tahun. Dia masih lajang. Dia bekerja mencari damar ke
dalam hutan. Dia baik dan suka menolong sesama manusia. Dia tetap menolong
orang lain, walaupun membahayakan keselamatannya. Namun, dia telah berbuat
dosa terhadap Rubiyah.
h.
Pak Balam :
baik dan jujur
Seorang tua yang
baik dan pendiam. Dia badannya kurus, akan tetapi kuat bekerja. Menjelang ajalnya merasa
menyesal karena dia tidak pernah mampu menghentikan orang yang ingin berbuat
jahat. Walaupun dia melihat sendiri perbuatan orang tersebut. Menjelang ajal
menjemputnya, dia meminta pengampunan atas segala dosa-dosa yang telah
diperbuatnya kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Dia bekerja sebagai pencari damar
ke hutan. Dia adalah murid dari Wak Katok.
i.
Siti Rubiyah :
baik, sabar, dan penurut.
Istri dari Wak Hitam. Dia pernah berzina dengan Wak
Katok dan Buyung. Dia sering disiksa oleh Wak Hitam. Hari-harinya dia lewati
dengan mengurus Wak Hitam yang sakit di pondoknya di dalam hutan. Dia dipaksa
menikah dengan Wak Hitam oleh kedua orang tuanya.
2. 2. 3 Sudut Pandang
Orang ketiga serba tahu.
2. 2. 4 Latar/ Setting
a.
Tempat :
hutan, ladang , sungai, kampung , rumah Wak Hitam.
b.
Waktu :
pagi, siang, sore, malam dan tengah malam.
c.
Suasana :
mencekam, menegangkan.
Cerita ini terjadi di tengah-tengah
keadaan masyarakat Sumatra Utara dan Sumatra Barat yang masih mempercayai
tahayul.
2. 2. 5 Alur
Alur
penceritaannya adalah alur maju. Hal ini dikarenakan cerita tersebut menceritakan
kejadian dari awal sampai akhir tanpa adanya unsur kejadian masa lampau.
1.
Pengenalan cerita
Cerita diawali dari penceritaan tokoh – tokohnya. Tujuh
orang desa mencari damar ke dalam sebuah hutan tropis lebat. Mereka mewakili
karakter yang berbeda-beda. Misalnya ada Buyung, pemuda tekun, baik dan pandai
berburu. Lalu ada Pak Haji, seorang sederhana yang dianggap soleh namun
asosial. Adapula Wak Katok, orang yang dituakan dalam rombongan, guru silat dan
diyakini memiliki ilmu gaib.
2.
Konflik
Kebiasaan mereka mencari damar di hutan terusik dengan
kehadiran seekor harimau kelaparan. Pak Balam menjadi anggota rombongan pertama
yang diserang si raja hutan. Dalam kondisi sekarat, ia bercerita bahwa harimau
itu adalah binatang jadi-jadian kiriman dari Wak Hitam – mantan gerilyawan yang
hidup di hutan – untuk menghukum mereka karena dosa-dosa yang
mereka lakukan. Kecuali mereka mengakui dosa-dosa tersebut dan bertobat.
3.
Konflik memuncak (Klimaks)
Kepercayaan akan hal-hal yang gaib mengantarkan mereka memasuki
area konflik batin. Satu-persatu menjadi korban keganasan harimau. Satu-persatu
mulai membuka aib dan dosa diri tak terkecuali membuka aib teman-temannya demi
mempertahankan nyawa. Dalam situasi yang mendekatkan diri pada kematian, mereka
baru sadar kesalahan dan dosa yang selama ini mereka perbuat.
4.
Konflik menurun (Anti Klimaks)
Rombongan yang tersisa sepakat memburu
harimau tersebut dengan membuat siasat. Buyung
bersama Sanip membuat siasat untuk menggunakan Wak Katok sebagai umpan
supaya harimau mau keluar dan bisa dibunuh, agar mereka bisa kembali ke kampung.
5.
Penyelesaian konflik
Mereka berhasil membunuh harimau setelah Wak Katok
dipaksa menjadi umpan. Setelah mereka belajar bahwa sebelum mengalahkan harimau
di luar sana, mereka juga harus mengalahkan harimau sekaligus musuh terbesar yang ada dalam diri mereka sendiri.
2. 2. 6 Amanat
a.
Sebagai umat manusia harus menyadari
kesalahan atau dosa-dosa yang telah diperbuat dan harus memperbaiki diri atas
kesalahan itu.
b.
Sebagai manusia yang hidup bersama, harus
selalu bersedia memaafkan kesalahan orang lain.
c.
Janganlah berlaku sombong terhadap apa
yang kita punya.
d.
Jangan percaya dengan hal-hal tahayul,
kekuatan magis, dukun atau apapn itu, karena hanya kekuatan dan kuasa Tuhan lah
yang jauh melebihi segalanya.
e. Jika menghadapi suatu permasalahan, kita harus
menyelesaikannya secara
bersama-sama agar lebih terasa ringan.
f.
Kita harus selalu berlaku jujur dalam
menjalani hidup dengan orang lain terkait kemampuan dan keberadaan diri sendiri.
g.
Sebelum kita menyuruh orang
lain mengakui kesalahannya, kita terlebih dahulu mengakui kesalahan diri
sendiri.
h.
Janganlah mudah mengikuti hawa
nafsu yang ada dalam diri kita.
i.
Bertaubatlah
sebelum terlambat.
j.
Janganlah mengganggu
habitat hewan.
2. 2. 7 Nilai – nilai yang terkandung dalam
novel
a.
Nilai sosial
b.
Nilai moral
c.
Nilai politik
d.
Nilai agama
2. 2. 8 Keterkaitan tema novel dengan kehidupan
sehari-hari
Tema novel ini masih sangat berkaitan dengan
kegidupan sekarang. Dalam kehidupan saat ini masih terdapat orang yang
melakukan kedzaliman, kemunafikan , dan keras kepala. Kita juga sebagai manusia
harus saling tolong menolong karena manusia sama-sama saling membutuhkan. Oleh
karena itu manusia tak dapat hidup sendiri.
2. 2. 9 Kondisi Sosial
a.
Percaya
Takhayul
Dalam novel terlihat bahwa masyarakat masih
percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib, mantera-mantera, jimat, atau apapun yang
berbau magis dalam setiap segi kehidupan. Masyarakat pada masa itu masih hanya menghormati dan menjunjung tinggi
seseorang yang mahir dalam ilmu dukun atau ahli dan mashur dalam ilmu-ilmu
magis. Hal ini tergambarkan dengan jelas
dalam kutipan “Wak
Katok dihormati, disegani, dan malahan ahak ditakuti, karena termasyur ahli
pencak, dan mahir sebagai dukun” (Mochtar Lubis, 2008:5). Terlihat pula dalam novel
akan kepercayaan terhadap ilmu magis adalah saat banyaknya orang yang meminta
pertolongan kepada Wak Katok untuk dicarikan jodoh dengan membuat orang yang dicintai menjadi
miliknya, dengan cara mengguna-gunainya.
b. Perkawinan
Konflik dalam hal
perkawinan juga tergambar jelas dalam novel ini. Masalah yang terjadi adalah perkawinan paksa yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya. Hal ini terlihat pada cerita kisah perkawinan antara
Rubiyah dengan Wak Hitam. Rubiyah
terpaksa menikah dengan Wak Hitam, seorang lelaki tua yang telah memiliki 3
orang isteri. Dari konflik adanya kawin
paksa tersebut juga menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan. Hal ini tergambar dalam kutipan “Siti Rubiyah banyak bercerita. Dia
bercerita, bahwa dia dipaksa kawin oleh orang tuanya dengan Wak Hitam, sedang
sebenarnya dia tak hendak kawin dengan Wak Hitam. Hampir dia membunuh dirinya,
katanya, ketika dipaksa kawin dengan Wak Hitam. Akan tetapi karena menghormati
dan takut pada ayah dan ibunya, maka dituruti juga kemauan ayah dan ibunya. Dia
tak pernah merasa senang selama kawin dengan Wak Hitam, cerita Siti Rubiyah”
(Mochtar Lubis, 2008:48).
Keterkaitannya dengan kehidupan
nyata, memang sering kali kasus perkawinan paksa cenderung tidak akan
memunculkan sebuah kebahagiaan tetapi justru penderitaan.
c.
Permasalahan
tentang Kepemimpinan
Permasalahan tentang kepemimpinan yang merupakan
penggambaran obsesi pengarang dalam novel Harimau! Harimau! adalah lemahnya
tugas kepemimpinan dalam kelompok.
Pemimpin tidak mau mengatur serta membina hubungan yang lebih baik dengan para
anggota bawahannya. Dia tidak mampu
melindungi anggota kelompoknya dari gangguan berupa serangan dari lawan. Dia hanya mementingkan keselamatan dan kepentingan
diri sendiri. Penyebab yang menjadikan
adanya permasalahan tersebut adalah karena pemimpin bersifat lemah dan
berpura-pura. Kehebatan pemimpin tidak
ditunjukkan dalam perbuatan, hanya di mulut saja. Mulanya anggota menganggapnya sebagai seorang
pemimpin yang hebat dan berwibawa. Tetapi
saat dia dan kelompoknya berada dalam suatu bahaya, dia tidak mampu menampakkan
dan membuktikan kemampuan yang dibanggakannya itu. Sehingga anggota kelompok menjadi tidak hormat dan
tidak percaya terhadapnya.
Dalam novel Harimau!
Harimau! tergambarkan saat pemimpin Wak Katok dengan anggota kelompoknya, Pak
Haji Rakhmad, Pak Balam, Sutan, Sanip, Talib, dan Buyung. Wak Katok merupakan orang yang diangkat menjadi
pemimpin oleh anggota kelompok tersebut, kelompok pencari damar. Awalnya, dia diangkat
menjadi seorang pemimpin sangat dikagumi. Di kampungnya, dia juga seorang pemimpin. Di samping itu juga seorang guru pencak, ahli
sihir, dan seorang dukun besar. Tetapi
sifat dan sikap aslinya terlihat saat ada bahaya yang mengancam keselamatan
dirinya beserta kelompoknya. Mereka
bertemu seekor harimau yang tengah lapar di hutan saat pencarian damar. Ternyata Wak Katok tak dapat mengusirnya dan malah
hanya mencari perlindungan dan menyelamatkan dirinya sendiri tanpa memikirkan
anggota kelompoknya yang juga terancam bahaya.
d.
Rasa
Kemanusiaan
Dalam novel Harimau! Harimau! tergambarkan adanya
sebuah rasa kemanusiaan antar sesama saat Wak Katok dan teman-temannya yang memberi
pertolongan kepada Pak Balam yang sedang terluka dengan membersihkan, mengobati, dan membalutnya serta meminumkan obat yang mereka
buat sendiri.
e.
Permasalahan Hawa Nafsu
Dalam novel Harimau!
Harimau! masih tergambar dengan jelas bahwa kehidupan di era tersebut masih
cenderung mudah menuruti hawa nafsu. Hal ini tergambar saat Buyung yang tak bisa
menahan diri ketika bercengkrama dengan Rubiyah serta para anggota kelompok
pencari damar yang terkagum-kagum melihat kecantikan Rubiyah seperti yang terlihat dalam kutipan “Talib dan Sanip tak dapat menahan diri. Ketika mereka yang muda-muda
bersama-sama di hutan, dan orang-orang tua tak ada dekat-dekat, maka Talib atau
Buyung atau Sanip mulai berbicara tentang kecantikan Siti Rubiyah” (Mochtar
Lubis, 2008:31).
2. 3 Unsur Ekstrinsik
2. 3. 1
Biografi Pengarang
Mochtar Lubis (lahir di Padang, Sumatera
Barat, 7 Maret 1922 – meninggal
di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang
jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia.
Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut
mendirikan Kantor Berita ANTARA,
kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia
mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya.
Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia
dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan
pada tahun1966.
Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980). Ia memang dikenal sebagai sastrawan, wartawan, dan aktif dalam bidang politik di era Orde Lama dan Orde Baru. Ia
sering menulis karangan dan jurnal yang membahas tentang pemerintah saat itu. Ia juga pernah menjadi Presiden
Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International
Association for Cultural Freedom (organisasi CIA), dan anggota World Futures
Studies Federation.
Dalam menulis novel, Mochtar
Lubis lebih condong untuk mengisahkan mengenai kepemimpinan yang terjadi saat
itu, seperti yang dikisahkan dalam Harimau! Harimau! Yaitu tentang pencarian jati diri dan jiwa pemimpin seperti apa yang harus dipertahankan.
BAB III
PENUTUP
3.
1 Kesimpulan
Melalui novel Harimau!
Harimau! karya Mochtar Lubis ini dapat disimpulkan bahwa sebagai manusia tidak
bisa hidup seorang diri karena pasti sebagai manusia senantiasa hidup saling
berdampingan satu dengan yang lain. Sebagai
manusia yang selalu berhubungan satu dengan yang lain juga harus menerapkan
nilai-nilai rasa kemanusiaan antara satu sama lain seperti, saling tolong
menolong, saling menghormati, saling menghargai, dll.
Sebagai manusia juga pasti
tidak akan luput dari dosa dan kesalahan. Entah itu dosa atau kesalahan kecil maupun besar. Untuk itu sebelum ajal menjemput, selagi masih ada kesempatan, sebagai
seorang manusia harus selalu memohon ampun atas dosa dan kesalahan kepada Tuhan. Kepercayaan dan
keyanikan akan kekuatan dan kuasa Tuhan yang mengatur kehidupan ini pun juga harus
senantiasa dibangun dan dihadirkan dalam hati manusia dalam menjalani hidupnya,
karena tidak ada kuasa dan kekuatan lain yang mampu melebihi kekuatan dan kuasa
Tuhan.
Selain itu dalam novel
Harimau! Harimau! juga turut menggambarkan sebuah kritikan mengenai
kepemimpinan. Mengkritik
kepada para pemimpin yang kerap kali berlaku sewenang-wenang, mementingkan diri
sendiri, dan tidak memperhatikan kepentingan bersama. Harimau dalam novel Harimau! Harimau! melambangkan suatu kesewenangan,
keburukan, dan bahkan kejahatan yang ada di dalam hati manusia yang harus
dibunuh agar tidak menguasai diri dan agar bisa menjadi manusia sejati yang
penuh cinta terhadap sesama. Harimau juga
merupakan sosok pemimpin yang terlihat nampak kuat dan berwibawa namun,
sebenarnya tidak demikian. Semua yang
terlihat hanya kepalsuan.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Mochtar. 1993. Harimau! Harimau!. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar