Senin, 16 Mei 2016

Analisis Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1   Latar Belakang
Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis banyak memuat nilai-nilai kesastraan yang mampu dikaji dan dianalisis melalui kajian sastra. Novel ini juga memuat hal-hal atau nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan dalam masyarakat. Sebuah karya sastra pasti memiliki unsur-unsur yang membangun suatu karya sastra itu menjadi ada, entah unsur yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri atau unsur pendukung yang berasal dari luar karya sastra seperti biografi atau latar belakang pengarang. Unsur-unsur itu meliputi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Unsur intrinsik lebih memfokuskan dan menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri. Kajian suatu karya sastra dengan mengkaji, menggali, dan mengolah berbagai unsur pembangun suatu karya sastra dari karya sastra itu sendiri dengan mengabaikan faktor-faktor lain dalam hal ini faktor eksternal yang sebenarnya juga turut berperan sebagai faktor pembangun sebuah karya sastra. Sedangkan unsur ekstrinsik sebuah karya sastra lebih memfokuskan pada faktor-faktor eksternal yang juga turut membangun suatu karya sastra.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu karya sastra dengan menggali unsur intrinsik dan ekstrinsik pembangun suatu karya sastra, lebih khususnya novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis, maka kelompok kami akan menganalisis novel tersebut dari sudut pandang unsur intrinsik dan ekstrinsik yang turut membangun suatu karya sastra.



BAB II
PEMBAHASAN

2.    1 Sinopsis
Telah seminggu Haji Rakhmat (Pak Haji), Wak Katok, Sutan, Talib, Sanip, Buyung, Pak Balam berada di hutan mengumpulkan damar, tidak jauh dari pondok Wak Hitam. Mereka bertujuh disenangi dan dihormati orang-orang kampung karena mereka dikenalsebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Semua anak-anak muda itu adalah murid pencak Wak Katok. Mereka juga belajar ilmu sihir dan gaib padanya. Dan anggota rombongan yang ketujuh dan terakhir ialah Pak Bayam yang sebaya dengan Wak Katok. Orangnya pendiam dan kurus namun ia masih kuat untuk bekerja. Mereka bertujuh paling disenangi dan dihormati oleh orang-orang kampung karena mereka dikenal sebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Mereka semua sudah berkeluarga terkecuali Buyung.
Wak Katok mempunyai sebuah senapan yang paling ampuh di dalam kelompok tersebut. Senapan ini tidak jarang dipinjamkan kepada Buyung karena tahu bahwa ia sangat senang dan bahkan pandai menggunakan senapan. Karena mempunyai senapan itu, mereka sering berburu rusa dan babi. Babi ini sering masuk ke rumah Wak Hitam. Karena itu pula terjadi perkenalan dengan Wak Hitam, bahkan mereka sering menginap di pondok Wak Hitam ini. Wak Hitam adalah seorang laki -laki yang berusia 70 tahun. Orangnya kurus, berkulit hitam, menyukai celana dan baju hitam. Ia senang tinggal berbulan-bulan di hutan atau di ladangnya bersama Siti Rubiyah, istri keempatnya yang cantik dan masih muda belia. Wak Hitam pandai menggunakan sihir dan memiliki ilmu gaib. Orang-orang percaya bahwa Wak Hitam senang tinggal di hutan karena ia memelihara jin, setan, iblis, dan harimau jadi-jadian.
Ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai anak buah bekas pemberontak yang menjadi perampok dan penyamun yang tinggal di hutan. Di samping itu ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai tambang yang dirahasiakannya di dekat ladangnya. Mereka bertujuh sampai di pondok Wak Hitam sebelum malam tiba. Dengan gembira mereka menyantap masakan Rubiyah karena selama di hutan mereka belum pernah menikmati masakan yang enak. Buyung si rombongan anggota termuda dan satu-satunya yang masih bujangan, tergila-gila akan kecantikan Rubiyah. Dalam hatinya, ia membandingkan kelebihan Rubiyah dan Zaitun tunangannya di kampung.
Pada suatu hari mereka melihat hal-hal yang aneh ketika Wak Hitam sakit. Banyak orang yang berpakaian serba hitam datang ke pondok dan menyerahkan bungkusan rahasia kepada Wak Hitam. Mereka juga menjumpai seorang tukang cerita dan juru ramal di pondok tersebut. Berbagai ramalan disampaikan peramal itu tentang jalan hidup Buyung, Sutan, Talib, dan Sanip.  Pada suatu kesempatan, Rubiyah dan Buyung bercengkrama. Hingga Rubiyah menceritakan kepadanya kalau dirinya jatuh ke tangan Wak Hitam sebagai istri karena terpaksa dan dia menceritakan pula mengenai penderitaan yang ditanggungnya selama menjadi istri Wak Hitam. Buyung merasa merasa wajib melindungi untuk menyelamatkan Rubiyah dari tangan Wak Hitam dan sepertinya Buyung telah jatuh cinta. Setelah lama bercengkrama, hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku. Terjadilah hal yang tak seharusnya dilakukan antara keduanya. Setelah Buyung kembali ke tempat rombongan bermalam di hutan ia merasa bimbang dan menyesal telah berbuat dosa. Maka dari itu untuk menebus dosanya ia ingin membebaskan Rubiyah dengan menjadikannya sebagai istrinya.  Namun ia masih mencintai Zaitun.
Paginya mereka pergi berburu ke tempat kumpulan rusa yang sekaligus juga kumpulan harimau. Setelah menunggu beberapa saat, Buyung berhasil membidik seekor rusa jantan. Mereka pun langsung ke tempat bermalam dan menguliti rusa tersebut di situ. Tapi tiba-tiba, mereka semua mendengar auman seekor harimau. Dengan cepat mereka memasak rusa tersebut dan langsung pergi. Setelah perjalanan setengah hari dan tak lagi mendengar suara harimau, mereka beristirahat untuk makan dan setelah selesai semuanya mereka langsung saja melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat bermalam. Lalu mereka membuat sebuah pondok dan api unggun. Ketika Pak Balam buang hajat, harimau menerkam dan membawanya masuk ke dalam hutan.
Setelah mereka sadar, dengan cepat Wak Katok menembak ke arah harimau dan harimau tersebut akhirnya lari dan meninggalkan Pak Balam. Tubuhnya penuh luka, goresan, dan darah. Setelah sadar, Pak Balam lalu berkata bahwa ia telah memiliki firasat sebelumnya. Lalu ia menceritakan mimpi-mimpi buruknya ketika masih di kampung dan di rumah Wak Hitam. Lalu Pak Balam meminta mereka semua untuk bertobat dan mengakui semua dosa-dosa yang mereka perbuat. Tapi tak ada satu orangpun yang mau mengakui dosa-dosanya.
Setelah sembahyang, lalu mengobati luka Pak Balam dan membuat usungan mereka lantas pergi. Keranjang damar mereka tinggalkan. Selama perjalanan, panas Pak Balam tak juga reda, mereka ingin cepat-cepat sampai kampung agar Pak Balam dapat segera diobati. Talib berada di barisan paling belakang, ketika ia hendak membuang air seni harimau telah membawanya lari. Mereka mengikuti jejak harimau tersebut, dan di tempat terbuka di dalam hutan mereka menemukan Talib yang sudah berlumuran darah. Karena kaget akan serangan rombongan itu, harimau lantas pergi. Semua ikut membantu menyembuhkan Talib dengan kekuatan lima orang itu walaupun akhirnya ia sendiri meninggal. Semua ikut membantu kecuali Wak Katok karena ia adalah seorang pemimpin.
Esok paginya Talib dikuburkan, Pak Haji dan Sutan menjaga pondok serta Pak Balam. Sedangkan yang lain pergi memburu harimau. Sutan tak tahan mendengar igauan Pak Balam yang meminta untuk mengakui dosa. Ia pun pergi meninggalkan Pak Haji dan Pak Balam yang sedang sakit dan pergi menyusul kawan-kawan yang lainnya. Sedangkan di tempat lain, di dalam hutan Wak Katok dan pasukannya terus mengikuti jejak harimau. Pada saat mereka merasa sudah dekat dengan sang harimau, mereka menyusun rencana sedemikian rupa. Mereka lantas bersembunyi di belakang pohon yang besar dan menunggu sang harimau tiba. Malam pun tiba, saat itu juga mereka mendengar jeritan manusia, dan ngauman harimau secara bersamaan. Tapi mereka tak hendak untuk menolongnya, dan memutuskan kembali ke tempat mereka bermalam. Ketika sampai di tempat bermalam, Pak Haji menanyakan keberadaan Sutan. Mereka menggeleng, dan menceritakan apa yang terjadi pada dua tempat yang berbeda, mereka pun menyimpulkan bahwa yang menjadi korban harimau tersebut ialah Sutan. Pagi-pagi ketika mereka bangun, mereka terkejut karena Pak Balam akhirnya meninggal dunia. Nyawa Pak balam, Talib, dan Sutan tak dapat diselamatkan akibat diserang oleh harimau yang mengikuti perjalanan mereka.
Yang tersisa hanyalah Pak Haji, Wak Katok, Sanip dan Buyung. Wak Katok marah, ia tidak senang setelah Pak Balam di masa kritisnya sebelum meninggal, ia menceritakan segala dosa-dosanya yang terdahulu kepada teman-temannya. Mulai dari situ terbongkarlah sosok Wak Katok yang sesungguhnya. Selama ini ia berpura-pura menjadi orang yang ahli silat, ia juga sebenarnya dukun palsu. Ia berniat untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan modal senapan miliknya. Setelah selesai mengubur Pak Balam, mereka semua memutuskan untuk pergi berburu.
Wak Katok memutuskan mengambil jalan pintas, ternyata jalan pintas itu melewati hutan yang sangat lembab. Hutan ini pun seperti tak pernah disentuh makhluk hidup kecuali babi dan badak. Mereka ingin keluar dari rimba jahat tersebut, tetapi Wak Katok yang menjadi pemimpin rombongan tersebut hanya membuat mereka berputar-putar di jalan yang sama karena sebenarnya Wak Katok takut memburu harimau. Setelah itu, Wak Katok malah marah-marah sendiri, dan memaksa satu persatu orang untuk mengakui dosa-dosanya. Semuanya mau menurut kecuali Buyung. Wak Katok memaksa Buyung dengan cara meletakkan senapan di dadanya, dan saat itu pula suara auman harimau terdengar. Setelah harimau pergi, Wak Katok tak dapat diajak berbicara lagi yang akhirnya Wak Katok pun mengusir mereka.
Buyung, Pak Haji, dan Sanip menyusun rencana untuk mengambil senapan. Akhirnya terjadi pertikaian di antara mereka dan jatuhlah korban. Pak Haji meninggal setelah di tembak Wak Katok dengan senapan miliknya. Senapan berhasil diambil setelah melalui perkelahian itu. Buyung menyusun rencana yang sangat bagus hingga akhirnya dapat membunuh harimau tersebut. Ia membunuh dengan cara melepaskan bidikan tepat mengenai sasaran dan harimau pun mati. Ketika itu ia menggunakan Wak Katok sebagai umpan dengan cara Wak Katok diikat di sebuah batang pohon yang besar. Sebelum meninggal, Pak Haji pernah berkata bahwa “Bunuhlah lebih dahulu harimau dalam hatimu dan percayalah pada Tuhan”. Kata-kata itu menyadarkan Buyung bahwa ia harus percaya adanya Tuhan yang selalu melindungi dan jangan menaruh dendam pada orang lain. Kini mengertilah Buyung maksud kata-kata Pak Haji bahwa untuk keselamatan kita hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita. Untuk membina kemanusiaan perlu adanya rasa kecintaan antar sesama manusia. Manusia tidak akan bisa menjalani hidup seorang diri tanpa orang lain. Satu sama lain akan saling membutuhkan. Buyung menyadari bahwa ia harus mencintai sesama manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai Zaitun. Buyung merasa lega bahwa ia terbebas dari hal-hal yang bersifat takhayul, mantera-mantera, jimat yang penuh kepalsuan dari Wak Katok.
2. 2 Unsur-Unsur Intrinsik
2. 2. 1 Tema
Tema utama dari novel tersebut adalah novel ini mengisahkan masalah takhayul dan ilmu kebatinan yang berkembang pada masyarakat Indonesia . Namun, diatas semua itu, tetap ada Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya.
2. 2. 2  Tokoh dan Penokohan
a.       Haji Rakhmad           : sombong, sabar.
Seorang tua yang pernah tidak mempercayai Tuhan dan sesama manusia, karena pernah dihianati, didustai, ditipu orang lain, dan Tuhan tidak mengabulkan doanya. Dia menjadi orang yang tidak suka mencampuri urusan orang lain, begitupun sebaliknya, dia tidak suka urusannya dicampuri oleh orang lain. Namun, setelah Buyung menyelamatkan nyawanya dari serangan ular berbisa, dia menjadi berubah lebih baik dan kembali mempercayai Tuhan. Bahkan dia menjadi orang yang baik. Namun umurnya tidak lama, akibat ditembak oleh Wak Katok. Dia pernah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki, namun anak dan istrinya meninggal dunia karena terserang penyakit.
b.      Wak Katok               : angkuh, pengecut, mementingkan diri  sendiri.
Merupakan orang yang sangat angkuh, tidak mau mengakui segala kekurangan dan kesalahannya. Dia menipu orang banyak di kampungnya. Padahal, dia menjadi dukun dan guru silat karena ingin menutupi ketakutannya. Dia memiliki banyak murid. Dia memiliki banyak dosa-dosa yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Dia pendendam, dengki, iri hati, jahat, dan suka membunuh orang. Dia suka berzinah dengan istri orang, dan suka memperkosa.

c.       Wak Hitam               : kejam dan keras kepala.
Memperlakukan Rubiyah, isteri keempatnya dengan tidak semestinya hingga Rubiyah merasakan adanya penderitaan. Dia memaksa Rubiyah untuk menjadi isterinya.
d.      Sutan                         : keras kepala, tidak berprinsip, berkelakuan amoral.
Merupakan orang yang mudah mengikuti hawa nafsunya, hingga ajal menjemputnya. Dia orang yang tidak suka mengakui segala dosa-dosanya. Dia tidak juga bertobat sampai meninggal dunia. Dia orang yang banyak memiliki dosa. Dia suka mencuri, berzinah, dan lain-lain.
e.       Talib                          : sopan dan mau mengakui kesalahan.
Berumur dua puluh tujuh tahun. Bekerja mencari damar ke dalam hutan. Dia merupakan murid dari Wak Katok. Dia pernah mencuri 4 ekor kerbau bersama Sanip dan Sutan. Dia masih sempat mengakui dosa-dosanya sebelum meninggal dunia. 
f.       Sanip                         : sopan, periang, pemaaf , jujur akan kesalahan diri,
punya semangat memperbaiki diri.
Murid dari Wak Katok. Berumur dua puluh luma tahun. Dia pernah malakukan banyak dosa, namun telah diakuinya di depan orang-orang yang diajaknya mencari damar. Dia telah bertobat dan berubah menjadi orang yang baik. Dia bekerja sebagai pencari damar. 
g.      Buyung                     : pemberani, jujur, baik, penurut, pemaaf, suka menolong.
Anak muda yang berumur sembilan belas tahun. Dia masih lajang. Dia bekerja mencari damar ke dalam hutan. Dia baik dan suka menolong sesama manusia. Dia tetap menolong orang lain, walaupun membahayakan keselamatannya. Namun, dia telah berbuat dosa terhadap Rubiyah.
h.      Pak Balam                 : baik dan jujur
Seorang tua yang baik dan pendiam. Dia badannya kurus, akan tetapi kuat bekerja. Menjelang ajalnya merasa menyesal karena dia tidak pernah mampu menghentikan orang yang ingin berbuat jahat. Walaupun dia melihat sendiri perbuatan orang tersebut. Menjelang ajal menjemputnya, dia meminta pengampunan atas segala dosa-dosa yang telah diperbuatnya kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Dia bekerja sebagai pencari damar ke hutan. Dia adalah murid dari Wak Katok.
i.        Siti Rubiyah              : baik, sabar, dan penurut.
Istri dari Wak Hitam. Dia pernah berzina dengan Wak Katok dan Buyung. Dia sering disiksa oleh Wak Hitam. Hari-harinya dia lewati dengan mengurus Wak Hitam yang sakit di pondoknya di dalam hutan. Dia dipaksa menikah dengan Wak Hitam oleh kedua orang tuanya.
2. 2. 3  Sudut Pandang
   Orang ketiga serba tahu.
2. 2. 4  Latar/ Setting
a.    Tempat                      : hutan, ladang , sungai, kampung , rumah Wak Hitam.
b.    Waktu                       : pagi, siang, sore, malam dan tengah malam.
c.    Suasana                     : mencekam, menegangkan.
Cerita ini terjadi di tengah-tengah keadaan masyarakat Sumatra Utara dan Sumatra Barat yang masih mempercayai tahayul.
2. 2. 5  Alur
                        Alur penceritaannya adalah alur maju. Hal ini dikarenakan cerita tersebut menceritakan kejadian dari awal sampai akhir tanpa adanya unsur kejadian masa lampau.
1.      Pengenalan cerita
Cerita diawali dari penceritaan tokoh – tokohnya. Tujuh orang desa mencari damar ke dalam sebuah hutan tropis lebat. Mereka mewakili karakter yang berbeda-beda. Misalnya ada Buyung, pemuda tekun, baik dan pandai berburu. Lalu ada Pak Haji, seorang sederhana yang dianggap soleh namun asosial. Adapula Wak Katok, orang yang dituakan dalam rombongan, guru silat dan diyakini memiliki ilmu gaib.
2.      Konflik
Kebiasaan mereka mencari damar di hutan terusik dengan kehadiran seekor harimau kelaparan. Pak Balam menjadi anggota rombongan pertama yang diserang si raja hutan. Dalam kondisi sekarat, ia bercerita bahwa harimau itu adalah binatang jadi-jadian kiriman dari Wak Hitam – mantan gerilyawan yang hidup di hutan – untuk menghukum mereka karena dosa-dosa yang mereka lakukan. Kecuali mereka mengakui dosa-dosa tersebut dan bertobat.
3.      Konflik memuncak (Klimaks)
Kepercayaan akan hal-hal yang gaib mengantarkan mereka memasuki area konflik batin. Satu-persatu menjadi korban keganasan harimau. Satu-persatu mulai membuka aib dan dosa diri tak terkecuali membuka aib teman-temannya demi mempertahankan nyawa. Dalam situasi yang mendekatkan diri pada kematian, mereka baru sadar kesalahan dan dosa yang selama ini mereka perbuat.

4.      Konflik menurun (Anti Klimaks)
Rombongan yang tersisa sepakat memburu harimau tersebut dengan membuat siasat. Buyung bersama Sanip membuat siasat untuk menggunakan Wak Katok sebagai umpan supaya harimau mau keluar dan bisa dibunuh, agar mereka bisa kembali ke kampung.
5.      Penyelesaian konflik
Mereka berhasil membunuh harimau setelah Wak Katok dipaksa menjadi umpan. Setelah mereka belajar bahwa sebelum mengalahkan harimau di luar sana, mereka juga harus mengalahkan harimau sekaligus musuh terbesar yang ada dalam diri mereka sendiri.
2. 2. 6  Amanat
a.       Sebagai umat manusia harus menyadari kesalahan atau dosa-dosa yang telah diperbuat dan harus memperbaiki diri atas kesalahan itu.
b.      Sebagai manusia yang hidup bersama, harus selalu bersedia memaafkan kesalahan orang lain.
c.       Janganlah berlaku sombong terhadap apa yang kita punya.
d.      Jangan percaya dengan hal-hal tahayul, kekuatan magis, dukun atau apapn itu, karena hanya kekuatan dan kuasa Tuhan lah yang jauh melebihi segalanya.
e.       Jika menghadapi suatu permasalahan, kita harus menyelesaikannya secara bersama-sama agar lebih terasa ringan.
f.       Kita harus selalu berlaku jujur dalam menjalani hidup dengan orang lain terkait kemampuan dan keberadaan diri sendiri.
g.      Sebelum kita menyuruh orang lain mengakui kesalahannya, kita terlebih dahulu mengakui kesalahan diri sendiri. 
h.      Janganlah mudah mengikuti hawa nafsu yang ada dalam diri kita.
i.        Bertaubatlah sebelum terlambat.
j.        Janganlah mengganggu habitat hewan.
2. 2. Nilai – nilai yang terkandung dalam novel
a.       Nilai sosial
b.      Nilai moral
c.       Nilai politik
d.      Nilai agama

2. 2. 8  Keterkaitan tema novel dengan kehidupan sehari-hari
Tema novel ini masih sangat berkaitan dengan kegidupan sekarang. Dalam kehidupan saat ini masih terdapat orang yang melakukan kedzaliman, kemunafikan , dan keras kepala. Kita juga sebagai manusia harus saling tolong menolong karena manusia sama-sama saling membutuhkan. Oleh karena itu manusia tak dapat hidup sendiri.
2. 2. 9  Kondisi Sosial
a.       Percaya Takhayul
Dalam novel terlihat bahwa masyarakat masih percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib, mantera-mantera, jimat, atau apapun yang berbau magis dalam setiap segi kehidupan. Masyarakat pada masa itu masih hanya menghormati dan menjunjung tinggi seseorang yang mahir dalam ilmu dukun atau ahli dan mashur dalam ilmu-ilmu magis. Hal ini tergambarkan dengan jelas dalam kutipan “Wak Katok dihormati, disegani, dan malahan ahak ditakuti, karena termasyur ahli pencak, dan mahir sebagai dukun” (Mochtar Lubis, 2008:5). Terlihat pula dalam novel akan kepercayaan terhadap ilmu magis adalah saat banyaknya orang yang meminta pertolongan kepada Wak Katok untuk dicarikan jodoh dengan membuat orang yang dicintai menjadi miliknya, dengan cara mengguna-gunainya.
b.      Perkawinan
Konflik dalam hal perkawinan juga tergambar jelas dalam novel ini. Masalah yang terjadi adalah perkawinan paksa yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya. Hal ini terlihat pada cerita kisah perkawinan antara Rubiyah dengan Wak Hitam. Rubiyah terpaksa menikah dengan Wak Hitam, seorang lelaki tua yang telah memiliki 3 orang isteri. Dari konflik adanya kawin paksa tersebut juga menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan. Hal ini tergambar dalam kutipan “Siti Rubiyah banyak bercerita. Dia bercerita, bahwa dia dipaksa kawin oleh orang tuanya dengan Wak Hitam, sedang sebenarnya dia tak hendak kawin dengan Wak Hitam. Hampir dia membunuh dirinya, katanya, ketika dipaksa kawin dengan Wak Hitam. Akan tetapi karena menghormati dan takut pada ayah dan ibunya, maka dituruti juga kemauan ayah dan ibunya. Dia tak pernah merasa senang selama kawin dengan Wak Hitam, cerita Siti Rubiyah” (Mochtar Lubis, 2008:48).
Keterkaitannya dengan kehidupan nyata, memang sering kali kasus perkawinan paksa cenderung tidak akan memunculkan sebuah kebahagiaan tetapi justru penderitaan.
c.       Permasalahan tentang Kepemimpinan
Permasalahan tentang kepemimpinan yang merupakan penggambaran obsesi pengarang dalam novel Harimau! Harimau! adalah lemahnya tugas kepemimpinan dalam kelompok. Pemimpin tidak mau mengatur serta membina hubungan yang lebih baik dengan para anggota bawahannya. Dia tidak mampu melindungi anggota kelompoknya dari gangguan berupa serangan dari lawan. Dia hanya mementingkan keselamatan dan kepentingan diri sendiri. Penyebab yang menjadikan adanya permasalahan tersebut adalah karena pemimpin bersifat lemah dan berpura-pura. Kehebatan pemimpin tidak ditunjukkan dalam perbuatan, hanya di mulut saja. Mulanya anggota menganggapnya sebagai seorang pemimpin yang hebat dan berwibawa. Tetapi saat dia dan kelompoknya berada dalam suatu bahaya, dia tidak mampu menampakkan dan membuktikan kemampuan yang dibanggakannya itu. Sehingga anggota kelompok menjadi tidak hormat dan tidak percaya terhadapnya.
Dalam novel Harimau! Harimau! tergambarkan saat pemimpin Wak Katok dengan anggota kelompoknya, Pak Haji Rakhmad, Pak Balam, Sutan, Sanip, Talib, dan Buyung. Wak Katok merupakan orang yang diangkat menjadi pemimpin oleh anggota kelompok tersebut, kelompok pencari damar. Awalnya, dia diangkat menjadi seorang pemimpin sangat dikagumi. Di kampungnya, dia juga seorang pemimpin. Di samping itu juga seorang guru pencak, ahli sihir, dan seorang dukun besar. Tetapi sifat dan sikap aslinya terlihat saat ada bahaya yang mengancam keselamatan dirinya beserta kelompoknya. Mereka bertemu seekor harimau yang tengah lapar di hutan saat pencarian damar. Ternyata Wak Katok tak dapat mengusirnya dan malah hanya mencari perlindungan dan menyelamatkan dirinya sendiri tanpa memikirkan anggota kelompoknya yang juga terancam bahaya.
d.      Rasa Kemanusiaan
Dalam novel Harimau! Harimau! tergambarkan adanya sebuah rasa kemanusiaan antar sesama saat Wak Katok dan teman-temannya  yang memberi pertolongan kepada Pak Balam yang sedang terluka dengan membersihkan, mengobati, dan membalutnya serta meminumkan obat yang mereka buat sendiri.
e.       Permasalahan Hawa Nafsu
Dalam novel Harimau! Harimau! masih tergambar dengan jelas bahwa kehidupan di era tersebut masih cenderung mudah menuruti hawa nafsu. Hal ini tergambar saat Buyung yang tak bisa menahan diri ketika bercengkrama dengan Rubiyah serta para anggota kelompok pencari damar yang terkagum-kagum melihat kecantikan Rubiyah seperti yang terlihat dalam kutipan “Talib dan Sanip tak dapat menahan diri. Ketika mereka yang muda-muda bersama-sama di hutan, dan orang-orang tua tak ada dekat-dekat, maka Talib atau Buyung atau Sanip mulai berbicara tentang kecantikan Siti Rubiyah” (Mochtar Lubis, 2008:31).
2. 3  Unsur Ekstrinsik
2. 3. 1  Biografi Pengarang
                        Mochtar Lubis (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – meninggal di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya.
Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980). Ia memang dikenal sebagai sastrawan, wartawan, dan aktif dalam bidang politik di era Orde Lama dan Orde Baru. Ia sering menulis karangan dan jurnal yang membahas tentang pemerintah saat itu. Ia juga pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom (organisasi CIA), dan anggota World Futures Studies Federation.
Dalam menulis novel, Mochtar Lubis lebih condong untuk mengisahkan mengenai kepemimpinan yang terjadi saat itu, seperti yang dikisahkan dalam Harimau! Harimau! Yaitu tentang pencarian jati diri dan jiwa pemimpin seperti apa yang harus dipertahankan.



BAB III
PENUTUP

3.    1 Kesimpulan
            Melalui novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis ini dapat disimpulkan bahwa sebagai manusia tidak bisa hidup seorang diri karena pasti sebagai manusia senantiasa hidup saling berdampingan satu dengan yang lain. Sebagai manusia yang selalu berhubungan satu dengan yang lain juga harus menerapkan nilai-nilai rasa kemanusiaan antara satu sama lain seperti, saling tolong menolong, saling menghormati, saling menghargai, dll.
            Sebagai manusia juga pasti tidak akan luput dari dosa dan kesalahan. Entah itu dosa atau kesalahan kecil maupun besar. Untuk itu sebelum ajal menjemput, selagi masih ada kesempatan, sebagai seorang manusia harus selalu memohon ampun atas dosa dan kesalahan kepada Tuhan. Kepercayaan dan keyanikan akan kekuatan dan kuasa Tuhan yang mengatur kehidupan ini pun juga harus senantiasa dibangun dan dihadirkan dalam hati manusia dalam menjalani hidupnya, karena tidak ada kuasa dan kekuatan lain yang mampu melebihi kekuatan dan kuasa Tuhan.
            Selain itu dalam novel Harimau! Harimau! juga turut menggambarkan sebuah kritikan mengenai kepemimpinan. Mengkritik kepada para pemimpin yang kerap kali berlaku sewenang-wenang, mementingkan diri sendiri, dan tidak memperhatikan kepentingan bersama. Harimau dalam novel Harimau! Harimau! melambangkan suatu kesewenangan, keburukan, dan bahkan kejahatan yang ada di dalam hati manusia yang harus dibunuh agar tidak menguasai diri dan agar bisa menjadi manusia sejati yang penuh cinta terhadap sesama. Harimau juga merupakan sosok pemimpin yang terlihat nampak kuat dan berwibawa namun, sebenarnya tidak demikian. Semua yang terlihat hanya kepalsuan.



DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Mochtar. 1993. Harimau! Harimau!. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar